๐ง๐ฒ๐ฟ๐ผ๐ฏ๐ผ๐๐ป๐๐๐ฎ๐ป๐๐ฎ๐ฟ๐ฎ.๐๐ผ๐บ-๐๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ฟ๐๐ฎ Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang tengah berlangsung memicu berbagai respons dari masyarakat dan kalangan militer. Salah satu isu yang mengemuka adalah kekhawatiran akan kembalinya Dwi Fungsi ABRI. Namun, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, menegaskan bahwa tidak ada upaya menghidupkan kembali konsep tersebut dalam RUU TNI yang sedang dibahas.
Menurut Soleman, perubahan dalam RUU TNI justru bertujuan untuk memperkuat profesionalisme prajurit tanpa mengembalikan peran ganda militer dalam kehidupan bernegara. “Saya melihat tidak ada satu pun pasal dalam RUU ini yang mengindikasikan adanya Dwi Fungsi ABRI seperti di masa Orde Baru. Justru, aturan ini berupaya menyesuaikan peran TNI dengan kebutuhan pertahanan modern,” ujar Soleman saat diwawancarai oleh awak media, Rabu (26/3).
Isu Dwi Fungsi ABRI mencuat setelah beberapa pihak mengkritik sejumlah pasal dalam RUU TNI yang dianggap membuka peluang bagi militer untuk kembali masuk ke ranah sipil. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pasal yang memungkinkan perwira aktif menempati jabatan di kementerian dan lembaga sipil tertentu. Namun, Soleman menegaskan bahwa ketentuan tersebut tidak sama dengan konsep Dwi Fungsi ABRI yang pernah berlaku di masa lalu.
“Dulu, Dwi Fungsi ABRI itu artinya militer punya peran sosial-politik yang dominan, bahkan sampai masuk ke parlemen dan birokrasi tanpa mekanisme yang transparan. Sekarang, kalau pun ada prajurit yang bertugas di instansi sipil, itu harus memenuhi syarat yang ketat dan tetap dalam koridor profesionalisme,” jelasnya.
Soleman juga menyoroti pentingnya menjaga profesionalisme TNI agar tidak terlibat dalam politik praktis. Ia menegaskan bahwa tujuan utama revisi UU TNI adalah untuk menyesuaikan regulasi dengan dinamika ancaman keamanan nasional yang semakin kompleks.
“Tantangan keamanan saat ini berbeda dengan masa lalu. Kita menghadapi ancaman siber, perang informasi, dan berbagai bentuk gangguan keamanan yang membutuhkan peran aktif TNI, tetapi tetap dalam koridor yang sesuai dengan undang-undang,” katanya.
Soleman juga menekankan bahwa TNI akan tetap berada di bawah kendali sipil sebagaimana diatur dalam konstitusi. “Militer di negara demokrasi tetap tunduk pada pemerintahan sipil. Tidak mungkin ada kembalinya Dwi Fungsi ABRI karena sistem kita sudah berubah secara fundamental,” ujarnya.
Saat ini, RUU TNI di sahkan oleh DPR RI, meskipun sejumlah pihak, termasuk akademisi dan aktivis hak asasi manusia, masih terus mengkritisi beberapa pasal yang dinilai berpotensi melemahkan supremasi sipil. Namun, pemerintah dan TNI menegaskan bahwa perubahan dalam undang-undang ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan negara, bukan untuk mengembalikan militer ke panggung politik.
“TNI hadir di BNN bukan karena ingin mengambil alih kewenangan Polri tetapi karena narkoba telah menjadi ancaman serius bagi bangsa ini, termasuk bagi keluarga besar TNI. Jika kami ingin membersihkan diri dari ancaman ini, apakah itu salah?” ujarย ย Soleman dengan tegas.
Menurutnya, pemberantasan narkoba adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas Polri atau BNN semata. “Kami sebagai bagian dari alat negara juga memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi generasi penerus bangsa. Bagaimana kita bisa menjaga negara ini jika institusi pertahanan sendiri terpapar narkoba?” lanjutnya.
Menteri Pertahanan dan Panglima TNI juga telah menyatakan bahwa revisi ini dibuat dengan mempertimbangkan dinamika global dan kebutuhan pertahanan nasional. Pemerintah berjanji akan mendengarkan masukan dari berbagai pihak agar regulasi ini tetap selaras dengan prinsip demokrasi dan profesionalisme militer.
Dengan demikian, meskipun masih terdapat perdebatan mengenai beberapa pasal dalam RUU TNI, pernyataan dari Laksda TNI (P) Soleman B. Ponto menjadi penegasan bahwa tidak ada upaya untuk menghidupkan kembali Dwi Fungsi ABRI. Ke depan, proses pembahasan RUU ini akan terus diawasi oleh berbagai elemen masyarakat guna memastikan bahwa peran TNI tetap sesuai dengan amanat reformasi.
Arisandi, M.Si (Purn) TNI selaku Penasehat FKBN Sumbar Pusat Kemhan RI dan penasehat umum media Terobosnusantara, mengatakan bahwa peran TNI dalam penugasannya tidak mengambil kewenangan Polri. TNI memiliki tugas utama dalam pertahanan negara, sementara Polri berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Namun, dalam situasi tertentu, seperti operasi militer selain perang (OMSP), TNI dapat mendukung tugas Polri sesuai dengan peraturan yang berlaku, misalnya dalam menghadapi ancaman terorisme atau pengamanan objek vital strategis. Kolaborasi antara TNI dan Polri tetap didasarkan pada aturan hukum yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Arisandi, M.Si (Purn)TNI menambahkan bahwa koordinasi dan sinergi antara TNI dan Polri tetap menjadi kunci dalam menjaga stabilitas nasional. Menurutnya, TNI tidak akan mengambil alih kewenangan Polri, tetapi akan selalu siap memberikan dukungan dalam situasi tertentu sesuai dengan regulasi yang ada.
“Peran TNI jelas dalam menjaga kedaulatan negara dan pertahanan nasional. Sementara Polri bertugas dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, ketika ada kondisi yang membutuhkan sinergi, seperti dalam penanggulangan terorisme, bencana alam, atau pengamanan objek vital, TNI dapat membantu berdasarkan permintaan dan aturan yang berlaku,” ujar Arisandi.
Ia juga menegaskan bahwa keterlibatan TNI dalam berbagai operasi di dalam negeri tetap berpedoman pada hukum yang berlaku, serta mengutamakan profesionalisme dan netralitas. “Kita ingin memastikan bahwa stabilitas nasional tetap terjaga tanpa adanya tumpang tindih kewenangan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Arisandi berharap sinergi antara TNI dan Polri terus diperkuat demi kepentingan bangsa dan negara. “Kesolidan kedua institusi ini menjadi benteng utama dalam menghadapi berbagai ancaman yang dapat mengganggu keamanan dan kedaulatan Indonesia,” pungkasnya.
๐ฃ๐ฒ๐ป๐๐น๐ถ๐:๐๐ป๐ฑ๐ถ ๐ฆ๐๐ฎ๐บ
๐ฆ๐๐บ๐ฏ๐ฒ๐ฟ:๐๐ฎ๐ธ๐๐ฑ๐ฎ ๐ง๐ก๐ (๐ฃ) ๐ฆ๐ผ๐น๐ฒ๐บ๐ฎ๐ป ๐ ๐ฃ๐ผ๐ป๐๐ผ