๐ง๐ฒ๐ฟ๐ผ๐ฏ๐ผ๐๐ป๐๐๐ฎ๐ป๐๐ฎ๐ฟ๐ฎ.๐๐ผ๐บ-๐๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ฟ๐๐ฎ Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Revisi ini menjadi sorotan publik karena menyentuh aspek fundamental dalam hubungan sipil-militer dan arah reformasi sektor keamanan nasional. Dengan menekankan prinsip demokrasi dan supremasi sipil, revisi UU TNI ini diharapkan mampu menegaskan peran TNI secara profesional, akuntabel, dan sesuai dengan konstitusi.
Sejak era Reformasi, Indonesia telah menempuh jalan panjang dalam membangun sistem ketatanegaraan yang demokratis, termasuk menata ulang posisi TNI dalam struktur kekuasaan sipil. UU TNI yang berlaku saat ini. Banyak pihak menilai bahwa sejumlah pasal dalam UU tersebut sudah tidak relevan dengan perkembangan sosial-politik dan kebutuhan pertahanan negara saat ini.
Arisandi,M.Si.Purn TNI Penasehat FKBN Sumbar Pusat Bela Negara Kementerian Pertahanan RI sekaligus Penasehat umum media Terobosnusantara.Com menyampaikan bahwa revisi ini bertujuan untuk menjawab tantangan global dan nasional yang semakin kompleks, termasuk dalam konteks ancaman non-militer seperti siber, bencana alam, dan terorisme. Namun, ia menegaskan bahwa pembaruan ini tidak boleh mengaburkan batas-batas antara tugas militer dan fungsi sipil.
โKami ingin memastikan bahwa revisi UU ini tidak menjadi langkah mundur dalam reformasi militer, melainkan memperkuat prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil atas militer,โ ujarnya.Pada Jumat(18/4/25)
Meski tujuannya untuk memperkuat institusi pertahanan negara, sejumlah poin dalam draf revisi sempat menuai kritik dari masyarakat sipil. Salah satu yang paling mendapat sorotan adalah perluasan peran TNI di luar fungsi pertahanan, seperti keterlibatan dalam penanganan aksi terorisme, pengamanan objek vital nasional, hingga tugas-tugas non-militer lainnya tanpa kejelasan otoritas sipil yang mengaturnya.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan bahwa perluasan peran TNI yang tidak diikuti dengan mekanisme pengawasan yang ketat berpotensi mengganggu prinsip supremasi sipil. โKita harus belajar dari masa lalu, ketika militer terlalu dominan dalam kehidupan politik dan sipil. Revisi ini harus menjamin TNI tetap profesional dan tunduk pada kontrol sipil yang demokratis,โ ujar salah satu perwakilan koalisi.
Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) untuk memperkuat prinsip demokrasi dan supremasi sipil merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa TNI tetap profesional, berada di bawah kendali pemerintahan sipil, dan tidak terlibat dalam politik praktis. Berikut beberapa aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam revisi tersebut:
1. Penguatan Supremasi Sipil
Posisi TNI di Bawah Pemerintah Sipil.
Menegaskan bahwa TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan yang tunduk pada kebijakan dan keputusan presiden serta DPR sebagai representasi rakyat.
Memperjelas mekanisme kontrol sipil terhadap anggaran, strategi pertahanan, dan operasi militer.
Pembatasan Peran Sosial-Politik TNI:
Menghapus atau membatasi ruang bagi TNI untuk terlibat dalam urusan non-militer, seperti politik, bisnis, atau birokrasi sipil.
Mempertegas larangan bagi anggota TNI untuk menduduki jabatan politik atau pemerintahan sipil, kecuali dalam keadaan darurat yang diatur ketat oleh undang-undang.
2. Reformasi Dwifungsi TNI
Pemurnian Peran TNI
Mengakhiri sisa-sisa doktrin Dwifungsi ABRI/TNI dengan memastikan TNI fokus pada pertahanan dan keamanan eksternal, sementara urusan internal menjadi tanggung jawab Polri dan instansi sipil.
Menghapus peran TNI dalam kegiatan intelijen domestik yang tumpang tindih dengan tugas Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
3. Transparansi dan Akuntabilitas
Pengawasan DPR dan Lembaga Sipil.
Memperkuat fungsi pengawasan DPR terhadap kebijakan pertahanan, termasuk hak anggaran dan evaluasi kinerja TNI.
Membentuk mekanisme pengawasan independen (seperti ombudsman militer) untuk menangani pelanggaran HAM atau penyalahgunaan wewenang.
Reformasi Bisnis Militer
Menghapus atau mengonsolidasi bisnis TNI (baik resmi maupun non-resmi) untuk mencegah konflik kepentingan dan korupsi.
Memastikan anggaran pertahanan yang memadai dari APBN sehingga TNI tidak bergantung pada pendapatan non-negara.
4. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pemutusan Hubungan dengan Masa Lalu Pelanggaran HAM
Mempertegas komitmen TNI untuk menghormati HAM dan mematuhi hukum humaniter internasional.
Memperkuat mekanisme investigasi dan peradilan militer yang transparan untuk kasus pelanggaran HAM.
5. Modernisasi dan Profesionalisme
Peningkatan Kapasitas Pertahanan:
Memfokuskan TNI pada modernisasi alutsista dan peningkatan kapasitas tempur tanpa intervensi politik.
Memperkuat pendidikan militer dengan kurikulum yang mengedepankan hak asasi manusia, demokrasi, dan kepatuhan pada hukum.
Tantangan dalam Revisi UU TNI
Politik Identitas dan Resistensi Internal
Beberapa kelompok dalam militer mungkin menolak perubahan yang membatasi kewenangan mereka.
Perlunya dukungan publik dan politik yang kuat untuk mendorong reformasi.
Keseimbangan dengan Ancaman Keamana:
Revisi harus memastikan TNI tetap efektif dalam menghadapi ancaman eksternal (seperti di Laut China Selatan) tanpa melebihi mandatnya.
Revisi UU TNI yang berlandaskan demokrasi dan supremasi sipil harus mengutamakan:
1. Kontrol sipil penuh atas kebijakan pertahanan.
2. Pemurnian peran TNI dari urusan politik dan bisnis.
3. Akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan pertahanan.
4. Penghormatan HAM dan profesionalisme militer.
Dengan demikian, TNI dapat menjadi institusi pertahanan yang modern, profesional, dan tunduk pada prinsip-prinsip negara demokratis.
Pen/Editor:Andi Syam
Sumber:Arisandi,M.Si.Purn TNI
